Friday, December 29, 2006

"s"empurna

Kisah bertemunya Musa as dan khidzir as, bukanlah sekedar berjumpanya dua lelaki gagah yang pada akhirnya memutuskan pergi tamasya. Lebih dari itu,ini adalah pertemuan antara kecukupan akan pengetahuan dengan kesadaran akan langit-langit ilmu yang selalu memiliki tingkatan di atasnya.


Sekali lagi melalui kisah Ibrohim,kita juga belajar bagaimana bapak para Nabi ini harus rela simbol kesempurnaannya sebagai seorang lelaki - Sarah istrinya nan elok dan Ismail buah hatinya yang soleh - atas perintah Tuhannya "dikorbankan" agar cinta kepada keduanya tidak sesak memenuhi ruang hati manusia pilihan ini.


Pertemuan antara rasa cukup akan "kesempurnaan" dan kesadaran diri akan kelemahan-kelemahan adalah momen yang tidak semuanya bisa mengatasi rasa sakit yang ditimbulkan.


Rasa sakit yang sama dirasakan Iblis saat harus mendapati dirinya sebagai makhluk superior harus bersujud kepada penghuni baru surga bernama Adam as.
Dan kita tahu bahwa kemudian Iblis membangkang hingga akhirnya ia dideportasi dari Nirwana.


Tidak mudah, karena ini adalah kegetiran serupa laksana rembulan yang berkaca dalam kejernihan telaga jiwa tetapi kemudian mendapati diri sejatinya pungguk semata.


Dan atas nama harga diri,harkat,martabat,kehormatan serta seabreg nilai-nilai diri, pembangkangan mendapatkan legitimasinya. " Ada batas yang sangat tipis antara penegasan jati diri dan keangkuhan..." demikian ucap seorang cendikia.


Namun rasa sakit dari kesadaran paradoksial ( kesempurnaan - kelemahan ) ini hanya bisa disembuhkan dengan obat bermerk : ketundukan, seperti kemuliaan Musa dan Ibrohim yang disebabkan karenanya.


Surabaya,penghujung tahun 2006

Saturday, December 16, 2006

Saat Langit Tak Selamanya Cerah

Pelajaran apa yang kemudian bisa dipetik dari kisah tersudutnya Musa AS di bibir laut merah selain sebuah kepasrahan penuh kepada-Nya, saat berada pada tapal batas kemanusiaan akan mengantarkan pertolongan-Nya betapa pun ia sulit dicerna akal;siapa yang menyangka laut merah itu akan terbelah?


Bukankah kemenangan perang badar direguk karena sebuah kepasrahan-setelah titik klimaks ikhtiar-yang tercermin dalam doa rasululloh;"Andaikan kami kalah dalam peperangan ini maka tidak ada lagi yang menyembah Engkau"?


Bukankah dinginnya api saat menyentuh kulit Ibrohim as,tergantikannya Ismail as dengan domba hingga menyelematkan ia dari prosesi penyembelihan oleh ayahnya,terselamatkannya yusuf as dari skenerio keji saudaranya,dan semua peristiwa hebat para nabi lainnya hadir pada momentum dimana tiada lagi potensi manusiawi mereka yang bisa digunakan untuk melawan "takdir"nya?

Dan kita menyebutnya kepasrahan.


ALLOH SWT berkuasa dan kita lemah, ALLOH SWT memiliki segalanya dan kita bergantung padanya,bukankah sebuah relasi aksiomatik yang hanya bisa memenuhi otak saat diri ini benar-benar (pernah) berada pada titik nadir kemanusiaan?


Kepasrahan hanya hadir pada jiwa-jiwa yang menanggalkan pakaian kesombongan serta simbol-simbol kebesaran,untuk kemudian hadir dalam kesadaran penuh bahwa lengan ini terlalu pendek untuk merangkul dunia.


Tetapi, ada kesadaran yang bisa muncul karena tertimpuk sebutir apel hingga lahir lah formulasi Newton, ada pula pengetahuan yang memuaskan pertanyaan Ibrohim as; "siapa Tuhanku?" dari sekedar mengamati matahari dan bulan.
Ataukah kesadaran yang tidak pernah siuman tentang diri ini betapa pun kita telah hadir dalam beberapa episode hidup kaya hikmah.


Akhirnya, saat mendung menggelayuti cakrawala jiwa, kepasrahan seperti apa pilihan kita; mendongak gagah seperti manusia dewasa ataukah berseduh sedan laksana bocah?


Jenak-jenak bangkit dari keterpurukan, 16 Desember'06

Wednesday, December 06, 2006

" Ijinkan Aku Berlari Lagi ...."

Dan kini aku menemui diriku masih tersungkur di pojok sejarah, tertatih mencoba bangkit, berdiri, sekedar menegakkan tubuh, mendongak,supaya semuanya tahu aku belum sepenuhnya mati, betapa pun kedua sayap harapanku terluka dan patah......

Aku memang masih bersedih tak ubahnya mayat hidup, menjalani segalanya sekedar sebuah rutinitas,beku, membisu,hilang segala asa.

Adakah yang lebih sakit dari perih yang dihadirkan terpelantingnya jiwa ini dari ketinggian mimpi? adakah kesedihan yang sepadan dengan "hilangnya" sebagian jiwa yang ingin digenapkannya?

Tidak penting saat ini mencari kambing hitam siapa yang salah, muara dari semuanya hanya kemampuan jiwa untuk menerima kekalahan bahwa diri ini terlalu pandir dan kerdil untuk menggapai impian....

Sekarang tiba masa mengumpulkan tenaga dari sisa-sisa cinta yang masih ada, berharap masih bisa merangkai kembali satu demi satu batu bata asa yang terserak agar monumen harapan bisa berdiri megah.

Kembali berharap bisa bersandar pada sepotong jiwa? mungkin tidak dalam waktu dekat atau bahkan mungkin butuh waktu yang lama. Entahlah,terlalu takut diri ini untuk kembali terluka.....
Sekedar berdiri, dan ijinkan aku kembali berlari,cukup bagiku.....


Apa yang masih tersisa
dari masa lalu,kini dan esok
selain kenangan?

saat lompatan waktu
telah merubah semuanya
adakah yang lebih berharga
dari kesadaran akan kedunguan?

Sejarah adalah karnaval panjang jiwa - jiwa
dan aku adalah jiwa merdeka

Aku masih punya
seribu cinta
yang ingin kubagikan pada semesta
bukan untuk siapa
sekedar memuja-Nya

kini,
kugelar kembali
sajadahku yang telah berdebu



Kota Perjuangan 06 Desember'o6

Monday, December 04, 2006

".....Aku Kalah ...."

Tepatnya lima bulan lebih, aku membangun bangunan bernama harapan, lima bulan yang kulalui dalam setiap akhir sholat dan qiyamul lail ku dengan doa yang tak pernah kering dari airmata.


Dan kini aku terjerembab jatuh, tersengal-sengal mengais udara, gelap, dan tiba-tiba setiap pijakanku goyah.


"Rasa sakit itu baik..." ucap Silas sang eksekutor dalam drama The Da Vinci Code. Jasad,jiwa,dan ruh ku tidak saja sakit tapi berdarah....


"Berdoa, menikmati kesendirian...." ucap Silas lagi, itu yang kulakukan saat ini, sambil tertatih mengumpulkan jiwaku yang terserak, pecah....


Begitu mudahnya monumen harapan untuk menggenapkan dien ini, hancur, dengan ucapan singkat " saya tidak memiliki kecenderungan dengan antum, wallahu'alam..."


Begitu mudahnya terhempaskan, setelah sekian tinggi sayap-sayap cinta -yang baru pertama kali kurasa-membawaku terbang.


Duh, mengapa baru engkau sampaikan sekarang, duhai ukhti, setelah sekian waktu engkau menabur benih harapan itu di ladang jiwaku, setelah begitu takutnya aku untuk mengotori hati, dan memutuskan untuk segera menghalalkan ikatan ini, setelah begitu banyak, ah, alangkah mudahnya menyalahkan, berlindung dibalik kepandiran diri,.....mungkin aku yang salah,sangat mungkin terlalu banyak kekurangan diri ini, mungkin aku yang terlalu tinggi bermimpi......


Bodoh, pecundang, gelar para durjana di setiap pojok bumi apalagi yang belum aku sandang.....


Dan tiba-tiba pandanganku gelap kembali, kepalaku pening,nafasku sesak, dan kini aku menemui jiwaku telah mmmm......aaa...ttt....iii_________________

Friday, December 01, 2006

Sajak untuk ( Calon ) Istri

Dik,
bukan ketampanan Yusuf
bukan ketegaran Ayyub
bukan kekayaan Sulaiman
bukan cinta Ibrohim
bukan kesolehan Muhammad

maafkan,
aku bukan mereka...

Dik,
bukan kesempurnaan Khodijah
bukan kecerdasan Aisyah
bukan ketegaran Maisyitoh
bukan kemewahan Bilqis
bukan paras Sarah

aku tahu,
engkau bukan mereka ....

Dik,
jika engkau tanya "siapa?"
"lelaki biasa" jawabku

jika engkau bertanya "apa?"
maka jawabnya "cinta"

jika engkau tanya "mengapa?"
jawabya ; hanya memuja-Nya

Dik,
pernahkah;
Surya bertanya
mengapa ia ada untuk Candra?
Bunga menggugat
kenapa harus ada lebah?

Cintaku,
sesederhana itu....


Dhuha, 02 Desember 2006
PS: untuk seseorang yang hingga detik ini tak tahu siapa dan dimana