Tuesday, August 21, 2007

Jerat - Jerat Intelektualitas

Moment bercerainya ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai etik adalah sejak apa yang disebut sebagai masa renaisance, gerakan yang mengusung isu besar netralitas etik (sterilisasi nilai) di semua ranah kehidupan manusia.

Ia merupakan bom waktu yang merupakan akumulasi traumatik publik "barat" akan tirani kaum rohaniawan setelah melalui fase panjang bernama "era kegelapan" (dark age). Phobia yang disebabkan peran para rahib yang begitu luas hingga seolah mereka merupakan "tuhan-tuhan kecil" di bumi. Dan seperti yang sering terjadi, kekuasaan selalu memancing wajah paling primitif manusia : penindasan.

Namun pada fase berikutnya, ketika ilmu pengetahuan dianggap kosong akan nilai, maka motif manusia kemudian menggeser fungsi ilmu pengetahuan sebagai alat untuk me-legitimasi ataupun men-delegitimasi sesuatu, pihak penengah berjuluk "ilmiah".

Tidak terkecuali kaum agamawan, yang mencoba begitu bernafsu untuk membuat rujuk (kembali) antara agama - ilmu pengetahuan yang lama "tidak akur". Maka kemudian ada begitu banyak dalil yang diseret-seret untuk disesuaikan dengan ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya, barangkali itu merupakan buah pemikiran bahwasanya agama merupakan representasi patronase yang dogmatis (ortodok) sementara ilmu pengetahuan mewakili nilai kontemporer(modernitas), sedangkan di alam kekinian sesuatu yang usang dan kolot (biasanya) menjadi sesuatu yang memuakan.

Saat ini, ilmu pengetahuan dianggap segalanya, menafikan kelemahan daya tangkap inderawi manusia yang terbatasi domain spacial (ruang) dan temporal (waktu). Ilmu pengetahuan telah mampu memapah manusia untuk diam-diam maupun secara gamblang menyatakan betapa berkuasanya ia. Tidak mengherankan, karena sejak Fir'aun mengaku sebagai Tuhan pun, ada peran Haman sang insinyur, "cendikiawan" dibalik kisah tragis sang raja.

Satu lagi, kesadaran manusia dalam memperoleh metode baku untuk memformulasikan fenomena untuk kemudian mendapatkan ekstrak bernama ilmu pengetahuan -pada kadar tertentu- telah mejadikan manusia menjadi makhluk yang sangat formalis, birokratis, institusional.

Cendikiawan bukan lagi ia yang memeras dan memamah serpihan-serpihan hikmah hingga menjadikannya manusia bijak, namun ia diukur dari sebera papanjang title yang mengikuti namanya.

Pengetahuan bukan lagi kesadaran terus menerus memelototi setiap fragmen kehidupan, namun ia menjadi terbatasi di tembok nan kukuh bernama sekolah.

Dan budaya materialisme membuat ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang begitu mahal dan memperkecil probabilitas orang-orang yang berhak diakui oleh publik sebagai kaum cendikia.

Pun juga menjadikan kebijaksanaan bukan merupakan orientasi pengetahuan, namun bagaimana ilmu pengetahuan menjadi alat pemuas kebutuhan bernama "status sosial".


Bandung, 20 Agustus'07

3 Comments:

At 1:20 AM, Anonymous indra said...

terimakasih untuk informasinya semoga bisa memberikan nilai manfaat untuk orangan banyak..

 
At 12:47 AM, Anonymous ima darmayanti said...

terimakasih gan inponya menarik sekali, semoga saja artikel ini bisa bermanpaat bagi yang membacanya.

 
At 11:50 PM, Anonymous Obat Ejakulasi Dini Paling Mujarab said...

Terimakasih, Semoga Bermanfaat

 

Post a Comment

<< Home