Monday, March 19, 2007

Menikmati Hidup


Sejarah manusia dibangun dengan motivasi-motivasi yang menjadi bahan bakar bagi bergeraknya seluruh mekanisme inderawi manusia.

Pada mulanya motivasi paling primitif yang dimilki manusia hanyalah kebutuhan - kebutuhan yang didasarkan pada nilai fungsi belaka.

Kemudian peradaban mulai menuntun kita bahwasanya untuk sekedar memenuhi rasa lapar tidak cukup dengan menanak nasi dan sesegera mungkin kita melahapnya. Karena kemudian manusia mulai menyadari tentang perlunya nilai-nilai estetis yang harus dilekatkan pada setiap sudut muka bumi ini, maka jangan heran kalau untuk urusan makan-memakan tadi,nasi itu kemudian harus dipermak menjadi berbagai macam rupa, agar indah.

Cukupkah? belum, berikutnya pemenuhan hajat manusia menuntut sesuatu yang lebih lagi yakni gaya hidup (life style ). Di sini ada gengsi, ada simbol stratifikasi sosial, ada trend, standart nilai, dan masih banyak lagi.

Akan lebih mudah memahami ini, saat kita diajak terbengong-bengong menyaksikan ada orang yang membeli sebuah lukisan dengan harga hingga milyaran rupiah yang membuat kita berkesimpulan seolah-olah orang tersebut tidak punya lagi bak sampah untuk membuang uangnya.

Ah....terlalu naif kalau kemudian kita tidak menyadari bahwasanya orientasi kehidupan kita telah banyak berubah.

Salahkah ? tidak mutlak salah,pertama karena memang kita hanyalah anak-anak jaman yang mewarisi sistem yang menjadikan hal-hal tadi jamak, lumrah. Kedua, dan ini yang paling penting, bahwasanya menakar "benar-salah" dalam pemenuhan hajat ini biasanya dikaitkan dengan hubungan antar personal (muamalah) manusia.

Menjadi bodoh adalah "kesempatan" sepersekian diantara probabilitas untuk menjadi orang-orang yang cerdas, demikian halnya menjadi miskin, dan dalam kaca mata "mekanisme alamiah" itu wajar.

Tetapi yang akan menjadi persoalan jika kemudian ada orang yang bodoh dan miskin karena ada usaha secara sengaja dan sistemik untuk menjadikannya demikian. Kita menyebutnya ketidak adilan.

Pesimis? skeptis? atau bahkan engkau mulai berfikir untuk membangunkan Bung Tomo dari persemayamannya untuk sekedar sekali lagi berteriak : "LAWAN!!!!!" bagi ketidak adilan ini?

Tidak....

Yang kita perlu lakukan hanyalah, sesekali ketika kebelet ingin menikmati ayam kentucky dan punya kemampuan untuk memenuhinya, maka kita akan merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa saat kita diam-diam mengajak anak jalanan turut serta makan bersama, dalam satu meja...

Kota perjuangan, dini hari Maret 2007

Friday, March 16, 2007

Andai Memaafkan Begitu Mudah ....

Jum'at, pukul 12.00 :

Di masjid sebelah kantor, aku menyimak dengan seksama seorang khotib berceramah tentang kesabaran seorang Nabi Ayyub 'alaihissalam.

Fragmen kehidupan yang mengajarkan bagaimana menyikapi suatu ujian tanpa harus berteriak lantang "Engkau begitu kejam Tuhan, mengapa?"

Karena kesemuanya, didasari kesadaran dan ketundukan, yang membuat kata kesabaran tiada memiliki garis batas hingga "Sang Pembuat Mekanisme Ujian" memisahkan antara ruh dan jasad makhluk-Nya

Jum'at, pukul 12.15 :

Di tengah sholat jum'at, ditingkah suara syahdu imam sholat membacakan beberapa ayat al qur'an ,tiba-tiba cairan hangat memenuhi kelopak mata, entah mengapa.....

Jum'at, pukul 14.00 :

" Akh, minta tolong spanduknya diambilkan jam setengah tiga ya, karena saya sudah balik ke lamongan. Kemarin janji pembuatnya harusnya spanduk itu selesai sebelum jum'at, tolong ya..." nyaring terdengar suara salah seorang temanku dalam suatu kepanitiaan di ujung telepon

"Ok, Insya Alloh, nanti sepulang kerja saya ambil ......" jawabku

Jum'at, pukul 15.00 :

"Maaf Mas, spanduknya belum jadi,nanti ya jam setengah lima,ini lagi banyak pesenan juga mas, gimana ?" kata seorang wanita umur tiga puluhan, istri sang pembuat spanduk

Ini sudah yang kesekian kali pemesanan spanduk, di tempat yang sama,tidak tepat waktu.Aku mengatur nafasku, mencoba untuk tidak marah, betapa pun rencananya sesegera mungkin aku berangkat naik bus ke lamongan.

"Ok mbak, saya tunggu sampai jam setengah lima, tapi tolong diantar ke kantor saya di alamat ini " pintaku sembari menyodorkan selembar kertas yang berisi alamat kantorku

" Aku maafkan Ya Robb, sekalipun entah ini yang keberapa kali orang itu tidak menepati janjinya " gumamku mencoba mengalihkan amarahku dengan doa-doa lirihku dalam perjalanan kembali ke kantor

Jum'at, Pukul 17.00 :

Hujan deras mengguyur kota surabaya, aku panik, hingga tiba-tiba HP ku berdering.
" Maaf mas, ini masih dalam perjalan, di sini hujan lebat, tungguin ya......" suara memelas istri pembuat spanduk mengabarkan keterlambatan-untuk yang kesekian kalinya-mengantarkan spanduk

"Ok, gak papa mbak, saya tungguin ...." jawabku mulai merasa iba

Jum'at, setelah sholat maghrib :

Hujan masih begitu deras, memandikan bumi, aku semakin panik, bukan saja karena spanduk yang belum datang, tetapi karena jam segitu angkutan menuju ke terminal Oso Wilangun sudah tidak ada lagi, padahal malam itu aku harus tiba di lamongan untuk menyiapkan talkshow esok hari

Aku membuka mushaf-ku, membaca beberapa ayat suci al-qur'an untuk mengusir kepanikanku, bismillah......

" Ya ALLOH, andaikan aku tadi ikhlas memaafkan kesalahan si pembuat spanduk, maka tolong hentikan hujan saat ini juga dan mudahkanlah aku untuk berangkat ke lamongan ..." kembali do'a aku bumbungkan ke udara yang semakin dingin

Ajaib

Hujan seketika itu, reda. Sejenak kemudian sang pembuat spanduk datang,dan sembari memohon maaf , ia menyodorkan spanduk pesanan kami

"Segala puji syukur bagi-Mu Ya Rabb, Tuhan sekalian alam..."

Fffiiuh.......pantas ada sahabat di jaman Rasululloh SAW yang disebut oleh beliau sebagai ahli surga sampai tiga kali, ternyata amalannya"hanyalah" setiap malam menjelang tidur ia memaafkan dosa-dosa orang yang mendzoliminya seharian itu

"Astaghfirulloh..." kalimat pendek yang menemani perjalanan malam itu ke kampung halamanku......

Kota Cinta, Maret 2007