Wednesday, August 16, 2006

Sendiri

Ujian perjuangan sesungguhnya akan sangat terasa bukan di saat munculnya kesadaran komunal, kerja kolektif, tetapi di saat "bangunan baru" itu harus kita susun sendirian.

Jangan tanya bagaimana perasaan nabi Nuh allahissalam saat kebanyakan kaumnya-bahkan anak dan istrinya-menentangnya, pun juga tidak usah bertanya bagaimana perasaan Rasululloh SAW dinistakan kaum quraisy saat-saat awal dakwahnya. Karena diluar kapasitas keduanya sebagai manusia pilihan-Nya, barangkali apa yang kita rasakan saat kita harus tertatih-tatih sendirian pun sama dirasakan oleh mereka.

Ke-sendiri-an merupakan "terminal" pengejahwantaan sebuah idealisme, asa, dan segala impian kita,untuk kemudian memberikan kepada diri ini pilihan : apakah meneruskan membangun monumen kehidupan, ataukah kita mundur teratur.

Pada fase ini, sebuah idealisme bisa bertiwikarma sedemikian rupa hingga melahirkan "masterpiece" atau paradoks dengannya malah bisa pula menjadi hilang tak membekas dan hanya mengukir predikat pecundang pada nisan jiwa kita yang telah gugur sebelum waktunya.

Ke-sendiri-an bukanlah faktor fisik,kesendirian tidak mutlak ditentukan oleh angka atau faktor-faktor kuantitatif, karena kesendirian sejatinya adalah fenomena jiwa, domain afeksi.

Ke-sendiri-an adalah sebuah gapura waktu-tanpa rasa sakit (masa lalu) dan tanpa harapan (masa depan)-yang memberikan kesempatan kepada kita untuk bermesraan dengan waktu, mengurut-urut masa lalu, melukis masa depan. Bahwa kemudian proses ini menuntut kita untuk kembali mengendapkan semua gejolak jiwa hingga mata hati kita lebih jernih untuk bisa melihat "lubang-lubang" dalam lintasan sejarah kehidupan kita, semuanya agar kita tidak disebut keledai karena terjerembab di lubang yang sama.

Peradaban di manapun dibangun atas keresahan-keresahan panjang yang dimunculkan pada saat jiwa mengalami sensasi ke-sendiri-an, karena sejatinya ke-sendiri-an adalah sebuah cawan energi. Jika kemudian berhasilnya peradaban itu dibangun secara kolektif itu hanya karena ke-sendiri-an telah menemukan jiwa yang mengalami sensasi yang serupa.

Dan kalau engkau masih bertanya mengapa kita harus memiliki idealisme dan memperjuangkannya, maka mari aku antarkan engkau membeli kain kafan dan kemudian kita bungkus diri ini, karena sejatinya kita telah mati.


Masa-masa tersulit dalam hidupku, 19 Juli'06