Tuesday, January 03, 2006

“ Ada Apa Denganmu? “

Syahdan ada sebuah kisah nyata seorang lelaki yang mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dikarenakan dalam perjalanan untuk melakukan prosesi harakirinya tersebut tanpa sengaja ia ditolong oleh seorang ikhwan - yang tak dikenal sebelumnya- yang di kemudian hari momentum itulah yang menumbuhkan simpul persahabatan diantara mereka dimana hal tersebut menjadi energi yang menjadikan si lelaki untuk mengurungkan niatnya. Ada juga cerita yang mengisahkan seorang ikhwan yang sudah sangat berkeinginan untuk menceraikan istrinya namun keinginan itu akhirnya dikuburnya dalam-dalam setelah ia bertemu dengan sahabat lamanya yang konon karena bantuan sahabatnya tersebut, dahulu ia bisa beristrikan akhwat yang dengan setia menemani ia mengurai waktu bersama beberapa tahun dengannya yang sedianya ingin ia talaq dan sama dengan kasus pertama, niat itu pun diurungkannya setelah sahabatnya memberikan energi baru untuknya.
Ilustrasi di atas sedikit melukiskan betapa kekuatan persaudaraan pada akhirnya menjadi tambang penarik- orang-orang yang terlibat di dalamnya - dari lembah keputus asaan. Dan ketika kita “ zoom” lukisan itu maka yang terlihat di sana adalah warna – warni cinta yang dimuculkan dari perpaduan antara sikap memahami dan empati.
Sedangkan saat ini kita melihat begitu banyak saudara kita - yang sebelumnya aktif atau bahkan mungkin menjadi tulang punggung dakwah - terasing sendiri di sudut ruang jamaah kemudian tidak berselang lama ketika ia sudah mencapai titik nadir maka ia tak segan untuk melompat keluar dari kereta dakwah. Ada beberapa penyebab fenomena tersebut terjadi dan permasalahan yang sering tidak kita anggap serius adalah bagaimana kita memposisikan jundi-jundi dakwah tersebut. Kita sering memposisikan mereka sebagai mesin produksi tanpa melihat kebutuhan dari sisi-sisi kemanusiannya ( baca : fitrah ). Sehingga mereka hanya merasa dijadikan sapi perahan oleh
“ pabrik proker “ yang mengatas namakan dan mengumbar jargon – jargon dakwah ini. Padahal terlepas dari kebutuhan manusia untuk diakui eksistensinya, ada kebutuhan mendasar lain yang juga cukup penting yakni kebutuhan untuk dicintai sedangkan cinta itu sendiri dimunculkan dari empati dan perhatian kita untuk memanusiakan mereka dan langkah paling awal untuk itu adalah ”mendengar”. Sebenarnya wacana di atas pasti sudah berulangkali didengungkan kepada para qiyadah, namun seringkali kita terjebak pada pemahaman bahwa untuk mengungkapkan rasa cinta itu harus dalam ”bentuk – bentuk formal” yang terkadang memiliki keterbatasan konteks, ruang dan waktu. Padahal dengan pertanyaan pertanyaan sederhana ; ” Gimana kabarmu hari ini saudaraku ? ” , ” Ada masalah ?” , ” Apa yang bisa ana bantu ? ” , dengan dibumbui senyuman termanis kita maka hati siapa yang takkkan luluh. Karena ketika sesorang mau melepaskan segala bebannya yang dicurahkan melalui tutur katanya maka harus ada sebuah kondisi nyaman yang melingkupi dan menstimulusnya, ini erat kaitannya dengan bagaimana kita bisa menggugah sisi afeksional saudara kita. Menilik hukum ke-pemimpin-annya Maxwell ; pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang bisa menggugah emosional anak buahnya.
Akhirnya, saat ini bayangkan aku sedang tersenyum kepadamu saudaraku, dan masih dengan senyum tersungging kemudian bayangkan aku bertannya ; ” Ada apa denganmu ? ” .....................

Saudaraku ..........
Aku ingin memahamimu
Layaknya pengertianku akan gelap terang sudut hatiku

Saudaraku
Aku ingin mengerti ikatan ini
Selayaknya isyarat Rasulullah
Bahwa aku dan kau adalah satu tubuh

Saudaraku...
Aku ingin menampung setiap tetes keluh kesahmu
Dalam cawan hatiku
Hingga ku mampu meneguk kesedihanmu
Dan senyum itu pun kembali melekat di wajahmu…….

Jika cinta adalah tangismu
Maka biarkan air mata itu menelaga hingga aku pun berenang mengarunginya
Jika cinta adalah gelakmu
Maka biarkan aku menjaga kesedihanmu tertidur pulas di bilik persembunyiannya

Jika cinta adalah amarah
Maka biarkan aku menampung bara itu
untuk menghangatkan kebekuan jiwa
Andai indahnya ukhuwah ini bisa terlukiskan
maka tak cukup warna cinta untuk menuangkannya ……..
Andai cinta ini bernama
Maka biarkan namamu selalu bersanding dengannya ......

”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat ” ( Q.S 49:10)

Sekpa, 4 Dzulhijjah 1425 H

al faqir Ilallah

2 Comments:

At 9:57 AM, Blogger Indra Fathiana said...

assww, akh.namu blog antum dari mana2 nih.salam kenal dan ukhuwah. jazakalloh sudah banyak mengingatkan lewat blognya.

 
At 1:57 AM, Blogger Tanto Dikdik Arisandi said...

asswrwb. akh, salam kenal dari ikhwah di Bogor.

 

Post a Comment

<< Home