Tuesday, January 03, 2006

Gerimis

Titik - titik air dari langit memantul-mantul di pelataran masjid, memainkan sebuah senandung lirih " wahai insan yang belum terlelap malam ini, berdoalah niscaya Tuhanmu akan mengabulkannya, laiaknya kabar dari Rasulmu,dan janji dari Dzat yang tiada tabir antara desir kalbumu dan pendengaran-Nya ". Dan aku masih tersungkur di pojok masjid ini,mencoba untuk mengendapkan hati, mengumpulkan setiap memori yang terserak di sudut-sudut ruang pikirku. Bahwa hari ini,usiaku bertambah sekaligus berkurang satu tahun,dan dalam setiap benang waktu yang aku sulam selama rentan kehidupanku, menjadi beraneka pola dan warna, di sana ada kesedihan - kesedihanku yang sejatinya adalah kebahagianku yang tidak menemukan tempatnya untuk bersemayam, ada juga jenak - jenak dimana aku tiada malu untuk berkhianat akan amanah suci kehidupan ini, astaghfirulloh ....
Duh, waktu yang laksana bus kehidupan ini telah mengatarkanku pada terminal dimana aku tidak bisa kembali mengulangi perjalananku, dan jalan ke depan masih terbentang, ada tikungan, tanjakkan, dan waktu juga akan menyodorkan kepadaku pilihan-pilihan. Sedangkan sejarah kehidupan ini baik secara personal maupun sejarah kolektif manusia yang bernama peradaban laiaknya pola-pola yang bisa jadi berulang secara identik ( involusi ) maupun hanya berbeda konteks tapi memiliki subtansi yang serupa. Sejarah telah mencatat dengan tinta penuh warna kebencian tentang kepongahan seorang Fir'aun akan tetapi beribu -ribu tahun setelahnya sifat-sifat itu masih terduplikasi dengan melahirkan Fir'aun – Fir’aun masa kini,dan kita sekarang menjadi saksi bahwa peradaban manusia masa kini yang katanya modern ini tidak jauh berbeda - kalau tidak mau dikatakan sama- dengan peradaban jahili yang kita baca di kitab - kitab sejarah kaum-kaum terdahulu. Dan sungguh, bisa jadi catatan hitam sejarah peradaban manusia itu, aku pun turut menorehkannya.
Duh, ampuni hamba-Mu, Gusti. Memang kesalahan sudah menjadi "jatah kemanusian" dari-Mu untuk kami insan yang lemah, agar diri ini mensyukuri akan samudera pengampunan-Mu,akan tetapi diri ini malu saat kedholiman itu kami kami tebarkan sementara Engkau senantiasa menatap dan tiada tempat dan wilayah di alam semesta yang di luar jangkauan-Mu.Dan lebih celaka lagi, ketika saudara - saudara kami saat itu "menyaksikan" kami sebagai manusia yang tiada berlumur dosa, astaghfirulloh, jadikan kami lebih baik dari yang mereka persangkakan dan ampuni untuk segala ketidaktahuan kami.....
Duh, aku semakin tersungkur, dan titik - titik air masih menari-nari di pelataran masjid, laiaknya gerimis di ladang jiwaku, yang semoga bisa menyirami kegersangan hatiku, menyemai rasa takutku kepada-Mu, merabuk pohon-pohon harapan akan pengampunan-Mu.
Titik – titik air masih memainkan kidungnya, dan aku masih sendiri , memesrai penghujung malam dengan doa-doa lirihku...............


Tuban, malam yang dingin, September 2005
Sabillah

0 Comments:

Post a Comment

<< Home