Monday, January 02, 2006

"Selamat Siang Akhi ...."

Menjadi seorang aktivis dakwah, adalah menjadi insan segala jaman,manusia yang tidak pernah dibatasi konteks ruang dan waktu,karena mereka adalah pemegang tongkat estafet tugas para nabi dan rasul untuk menyemaikan, menyiram dan memupuk benih-benih Islam di ladang jiwa setiap makhluk-Nya di muka bumi. Dan sejatinya Islam sendiri merupakan agama yang universalitas-nya terwakili dengan ke- rahmatan lil 'alamin-annya, maka sampai di sini cukup beralasan sekiranya seorang aktivis dakwah akan menjadi sangat kerdil jika ia dipaketkan oleh batas-batas imajiner, “tegalan”, maupun kotak-kotak yang bisa jadi merupakan buah dari ghozwul fikr untuk membonsaikan segala aktivitas seorang aktivis dakwah. Bahwa kemudian sekat-sekat yang muncul baik itu berdasarkan garis batas geografis, demografi, sekat komunitas , satuan primordial, standart nilai maupun segudang varian-varian dikotomi lainnya, bukan untuk mengungkung tapi hanya merupakan upaya untuk menganalisa, mengenali pola,dan memetakan mad'u guna tercapainya syiar yang sesuai dengan segmentasi dakwah itu sendiri, sehingga tidak ada bahasa dakwah yang nantinya tumpah ruah tak berguna.
Adalah seorang aktivis dakwah yang tidak hanya gagah berkoar-koar di kampus - mentereng dengan segala atribut dan simbol-simbol eksistensinya - akan tetapi ia juga tidak risih untuk hanya "sekedar mendengar" keluh kesah seorang marbot masjid kampus yang pagi ini sedang dirundung masalah. Ia tidak akan betah untuk bertengger di puncak menara gading sementara ada banyak permasalahan umat yang mendobrak-dobrak dinding nurani setiap diri yang lentera hatinya belum padam.
Pagi ini, ada adik kita sedang meringkuk kesakitan di pojok sebuah bangunan tua menahan perih perutnya karena sejak kemarin belum makan, ada seorang wanita tunasusila yang bukannya tidak ingin berhenti "bekerja" dan hidup sebagai wanita terhormat, akan tetapi kalau dia keluar dari jalan kesesatan itu siapa yang akan menghidupi 5 orang anaknya yang menantinya di rumah, ada adik perempuan kita yang bukannya tidak ingin berhijab tapi hanya itu baju satu-satunya yang ia miliki, ada seorang kakek yang ingin sekali ber-Islam secara kaffah tapi yang ia ketahui tentang Islam itu sendiri hanya sekedar sholat lima waktu belaka, ada juga suatu kelompok masyarakat yang menkonsumsi khomer laiaknya kebutuhan untuk meminum air putih dan entah berapa tumpuk lagi fenomena umat di luar sana yang akan membuat kita tercengang sekaligus malu karena hanya sebatas ujung kuku, kontribusi yang telah “kita” berikan untuk umat ini.
Jika di kampus atau komunitas lainnya yang “homogen”, besaran-besaran masalahnya biasanya cenderung bisa diuraikan dalam satuan benar dan salah, sedangkan dalam masyarakat yang sebelumnya tidak pernah kita ketahui keberadaan dan kondisinya, permasalahan mereka akan membuat kita tidak hanya melihat sesuatu dengan kacamata hitam-putih, karena realitas masalahnya begitu kompleks, heterogen , berkelindan dan terkadang terasa samar saat kita mulai merabanya. Dan seni berdakwah diperlukan di sana, karena solusi yang mengemuka haruslah kongkret dengan kerja-kerja manusiawi, tidak hanya penuh retorika sehingga inti dakwah yang merupakan proses transformasi “kabar dari langit” dan misi “perubahan” itu bisa mengakar serta menghujam di bagian terdalam palung hati umat.
Semoga kita tidak menjadi laiaknya seorang bocah yang menganggap bahwa dunia itu hanyalah sebatas pekarangan di belakang rumahnya karena sedari kecil ia terkurung di sana, hingga ketika tiba giliran kita untuk keluar dari “ pagar pekarangan" itu ,umat yang terseok-seok akan berujar lirih kepada kita " Selamat Siang Akhi ....." Naudzubillah , astaghfirulloh .......
Wallahu’alam bishowab


Tuban di penghujung malam, September 2005
@-one

2 Comments:

At 8:52 PM, Blogger hamka said...

benar!!!

 
At 6:18 PM, Anonymous Anonymous said...

apa yang akhi paparkan betul adanya.........

jika berkenan saya ingin menyebar tulisannya di blog ana....

jazakallah

 

Post a Comment

<< Home