Tuesday, January 03, 2006

Belum ada Judul

Lengang, ditimpa cahaya bulan yang temaram, dan hanya suara katak yang mengiringi langkahku selepas “ngaji” di malam itu, namun suasana seperti yang selalu membuatku tertarik untuk berjalan-jalan sembari merenungi apa yang telah dan akan kulakukan untuk kehidupanku. Ah …… masih banyak yang belum aku lakukan pikirku…..
Keasyikanku seketika terkoyak saat di tengah perjalanan, seorang laki-laki seusiaku menghentikan sepeda motornya dan memanggilku.“ Ada apa Mas? “ sahutku tanpa curiga sedikit pun dengan sosok laki-laki yang nampak flamboyan tersebut. “ Maaf Bang, namaku ( tut…tut..; SENSORED ), nama abang siapa? “ pintanya.
Setelah basa basi sejenak , akhirnya aku tahu dia lagi bingung nyari jalan untuk pulang, sementara dia baru pertama kali masuk di jalan kampusku. Karena dengan petunjuk lisanku, dia masih bingung maka kuputuskan untuk naik motor bersamanya, toh aku juga searah dengan tujuan yang dia maksud. Di tengah perjalanan , tiba-tiba dia bertanya “ Mas nggak pemarah kan?, bibirnya kok merah banget, pake lipgloss ya? “ . Gedubrak…. wah iseng banget nih orang masak nanyain soal bibir segala, “ lipgloss , apaan tuh, megang aja kagak pernah, bibir merah ini memang dari sono-Nya “ sergahku di dalam hati. Pertanyaan demi pertanyaan meluncur dari lisan laki-laki tersebut yang pada intinya mengerucut pada satu pernyataan “ Aku Gay, kamu juga kan? “. Tooeeeeng… wah ilfil ( ilang feeling ) nih niatku untuk nolong dia, “ aku turun sini aja mas “ bentakku, alhamdulillah dia nurut aja , coba kalo nggak, pasti esok paginya di headline jawapos ada judul “ SEORANG GAY DIGEBUKIN KORBANNYA “. Astaghfirulloh… kok bisa ya ? potongan apa yang nunjukin kalo aku “sebangsa” dengannya ? padahal malam itu aku pake baju koko, padahal…padahal… segudang protes berkelebat di benakku….hii… … panas dingin badanku dibuatnya . segala puji syukur kehadirat-Nya yang menjaga kehormatan diri ini.….

*******
Jika dahulu eyang kakung dan eyang putri kita selalu malu- malu dan berbisik-bisik untuk hanya ngomongin soal aktivitas seks akan tetapi di era “ sebuah dunia yang terlipat” dan modern ini soal “ silaturahmi kelamin “ baik yang “ standar “ sampai yang di “luar pakem” sekalipun bukanlah menjadi sesuatu yang tabu lagi untuk dibicarakan , dan bersamaan dengan itu, muncul sebuah sikap permisif dan “pemakluman “ budaya ketimuran kita - yang semula cukup ketat terhadap hal ini – untuk bebas mengekspresikan dan memilih “menu seks “ masing-masing individu, pilih pantat goreng saus tiram, lontong balap bumbu stik , atau apapun itu…. silahkan , asal sama-sama senang, sama-sama suka, bebas sebebasnya….
Dan yang cukup ironi ketika demokratisasi selalu dijadikan legitimasi untuk segala tingkah polah manusia modern ini, tidak terkecuali masalah penyaluran syahwat. Lihatlah betapa larisnya bisnis eksploitasi aurat di media audio-visual kita yang terang-terangan mengeksplorasi ( maaf ) dari paha sampai dada dan mengkampanyekan kehidupan seks bebas ( artian bebas sebenarnya ) bahkan kepada anak-anak kecil sekalipun ( bayangkan, ada film kartun made in luar negeri - saat ini digandrungi oleh adik-adik kita di negeri kita- yang diakui sendiri oleh pembuatnya sebagai media untuk mengkampanyekan perilaku gay sejak dini ). Sedangkan di sisi lain dunia sastra kita yang seharusnya bersifat profetik dan mencerahkan pun dikotori oleh kelatahan sebagian “sastrawan” untuk mengekploitasi “dunia ranjang” dalam tulisan - tulisan yang membuat panas dingin pembacanya ( saat ini karya – karya seperti itulah yang sering mengantarkan penulisnya menjadi selebritis ), Di Surabaya sendiri dengan maraknya media-media pornografi dan pornoaksi , memunculkan “ budaya ” yang bebas untuk mengekspresikan aktivitas seks, salah satunya telah melahirkan kelompok GAYa, sebuah komunitas gay yang dipelopori oleh seorang dosen di perguruan tinggi negeri ternama di kota pahlawan ini, bahkan mereka telah banyak melakukan seminar untuk men”dakwah”kan kesesatan mereka, JMMI pun pernah mendapat undangannya, nah lho…..
Wah ….apakah ini yang namanya sebuah kemajuan peradaban manusia yang hampir menyerupai kaum – kaum terdahulu yang dengan kezalimannya akhirnya diadzab oleh pemilik kerajaan langit dan bumi, Yang Maha Azis, Alloh SWT, naudzubillahi min dzalik.
Pertanyaannya sekarang dimana peranan “kita”? diamkah “kita” atau bahkan menikmatinya… mungkin anda akan mengelus dada ketika melihat kenyataan bahwa tidak sedikit aktivis dakwah yang akhirnya berguguran di jalan dakwah karena “interaksi” dengan lawan jenisnya –bukan mahramnya – yang tidak terbatas.. Mari kita jawab semuanya dengan amal nyata “kita”……
Wallahu’alam bishowab…

Kamar sekpa nan sunyi, 6 April 2005

alfaqir ilallah