Monday, March 13, 2006

Akhi VS Ukhti

Konflik gender yang terjadi dalam relasi pria-wanita hampir setua usia peradaban manusia, bahwa kemudian kesenjangan yang muncul sebagai akibat dari ketidakseimbangan pemenuhan hak-hak dasar sesuai dengan porsi masing - masing sex ( jenis kelamin ), baik itu yang merupakan bagian dari suatu konstruksi sosial yang disengaja, maupun ketidakmampuan untuk menstrukturkan wilayah-wilayah gender berdasarkan perbedasan fisiologis, fungsi,hak dan kewajiban fitroh menjadi suatu keniscayaan terjadi di semua ranah, komunitas yang terjadi interaksi dua jenis manusia yang berbeda tersebut. Tidak terkecuali pada aktivitas dakwah kita.
Pada tataran ideologis, kita bersepakat bahwa aktivitas dakwah ini telah diframe dalam satu manhaj yang jelas bahwa pemenuhan hak dan kewajiban bagi masing-masing gender harus sesuai dengan nilai - nilai Islam yang direpresentasikan bagaimana Al-Qur'an dan As Sunnah mengatur pola interaksi tersebut, namun pada praktiknya harus kita akui isu-isu gender sering diangkat sebagai kambing hitam atas ketidakharmonisan relasi antar sex yang berujung pada tidak optimalnya pencapaian target dakwah.
Besarnya otoritas seorang qowwam dan kelebihan dalam fisiologis, fungsi sosial yang dimiliki ikhwan, sementara di pihak akhwat adanya mindset inferior sebagai makhluk subordinat karena kerterbatasan-keterbatasan fisiologis dan keterlenaan -kalau tidak mau dikatakan "keangkuhan"- dari segi kuantitas yang lebih banyak dalam komunitas dakwah dibandingkan dengan ikhwan, sering menjadi source apologi masing-masing untuk memperlihatkan jatidiri dalam prespektif personal ketika dihadapkan pada suatu masalah.
Menyadari bahwa dalam konteks komunal ( baca : jamaah ), keharmonisan yang dibangun dengan "menghilangkan" sekat-sekat gender ( tentunya dalam bingkai syariah ) dan mampu memetakan serta mengembangkan potensi masing-masing gender, menjadi sebuah solusi dari permasalahan relasi ikhwan-akhwat.
Sehingga statemen-statemen "karena ane ikhwan ...." atau " ane kan akhwat ...." tidak mengemuka lagi sebagai alasan-alasan kita.
wallahu'alam bishowab

Dini hari yang menyegarkan, Maret 2006